Bonus Akhir Tahun
dari Tuhan
Di Hutan Pinus
Limpa Kuwus
Here with saya mencoba mengingatkan kembali perjalanan kami yang bisa dibilang liburan paling berkesan. Walaupun penuh drama dan kendala di berbagai hal, but finally terbayar lunas. Here we goesssss!😆😆
First,
First of all, let me introduce our team. Adalah Koh Agil Faturohman, atau Raden Daden Geni, sebagai inisiator berdirinya sebuah grup whatsapp yang dari tahun ke tahun selalu mengajukan nama baru untuk grup. Kurang kerjaan? Oh belum tentu. Dia meyakini nama adalah doa, jadi semakin banyak nama akan semakin baik. Terakhir grup kami bernama AADK 2, gimana? Terdengar bermakna sekali ya. Yaps betul, maknanya memang hanya dia dan Tuhan yang tahu, kita nggak.
Secara de facto, berangkat dari riset historical yang dilakukan ilmuwan grup dengan metode ngawang-ngawang disepakati bahwa tahun terbentuknya AADK 2 adalah 2015, setahun sebelum berlanjut ke jenjang sekolah menengah akhir. Dengan beberapa poin penjabarannya adalah tujuan awal dibentuk grup ini sebagai wadah laki-laki most wanted pada jamannya. Sebagai sarana berkomunikasi, meditasi, kontemplasi, mencari solusi, sampai menentukan destinasi kemana minggu depan kami pergi. Saya ingat betul, diskusi panjang kami hanya berakhir halusinasi. Kalaupun jadi pergi, yang dikenang hanya tragedi. Miris...
Namun seiring waktu, circle pertemanan kami meluas. Dengan itikad baik bergabunglah perempuan-perempuan limited edition ke grup laki-laki most wanted atas ajakan si Koh Agil. Setelah bergabung, kegiatan-kegiatan selanjutnya lebih banyak difokuskan bersama. Suasana roomchat grup pun lebih berwarna, laki-laki jadi jarang gosip karena yang digosipin ada di grup. Laki-laki juga belajar mengatur ritme emosionalnya, sedu sedan ketika ada yang curhat, dan khidmat kala menyimak gosipan emak-emak.
Hal ini menghadirkan chemistry antara satu dengan yang lain. Suka sama hal yang sama, pun benci pada hal yang sama. Pada akhirnya persahabatan kami terasa benar-benar seperti ikatan keluarga yang satu sama lain saling terbuka dan menerima. Bahagianya, per tanggal 25 Desember 2020 kemarin, dengan pede kami menggaungkan Hari Jadi AADK yang ke-5!!
5 tahun. Angka yang fantastis. 1825 hari menjalin pertemanan. 5 kali puasa 5 kali lebaran. Namun kaleidoskop kami masih itu-itu saja. Nothing special.
"Malu lah, pohon pisang saja di luar Gil!" Ejekan nampaknya tertuju kepada Raden Daden Geni untuk segera menikahi pohon pisang.
Plan
Orang bijak bilang, "A goals without plan is just a wish". Tujuan tanpa perencanaan yang baik hanyalah omong kosong. Berangkat dari quote itu, kami hendak memamerkan diri. Kami adalah kumpulan orang-orang yang berusaha menciptakan momen dan mengejar kesempatan. Peringatan hari jadi grup sekitar akhir desember, planning-planning sudah terbayang sejak 3 bulan sebelumnya.
Terlihat ambisius memang, tetapi tak ada gading yang tak retak. Alih-alih kami memilih destinasi liburan ke Jogja atau ke kota lain, kami lebih memilih ribut. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Mulai dari keamanan, transportasi apa yang hendak digunakan, kelayakan homestay, layak dengan isi dompet kami apa enggak, dan tentu sebagai pertimbangan utama adalah izin. Kami semua sepakat tidak akan pergi tanpa izin orang tua.
Tanpa statement tertulis, Jogja seolah menjadi jawaban dari perdebatan kami. Sekitar 2 bulan berjalan, kami disibukkan dengan urusan masing-masing. Ada yang sibuk merilis itinerary ke Jogja, ada yang mencari harga tiket masuk masing-masing destinasi, ada yang memperkaya halu sebelum tidur, ada juga yang lontang-lantung berharap orang tua segera memberikan izinnya berlibur bersama sahabat.
Memang inilah seni kehidupan. Tidak semua bisa diraih hanya dengan duduk manis, merapalkan mantra "bimsalabim jadi apa prok-prok" terus keinginan kita terkabul. Nggak, hidup nggak semudah itu. Life is about learning. Ada softskill yang terasah di situ. Belajar bersabar, belajar negosiasi. Belajar bagaimana meyakinkan orang lain dan membuat orang lain percaya kepada kita.
Memasuki bulan november, dada acap kali merasa deg-degan yang nggak jelas setiap membayangkan liburan. Inilah saat-saat galeri smartphone kami dipenuhi foto-foto spot indah dan instagramable di sekitaran Jogja. Menggiurkan sekali. Daftar kunjungan sudah terlampir di grup, berikut dengan media dan harga tiket masuknya.
Sekarang kami dibimbangkan dengan 2 pilihan lagi, memilih jasa biro wisata atau memakai kendaraan sewa. Saya sendiri setuju yang mana saja, tidak begitu memikirkan harga yang penting murah. Ya, sebisa mungkin berlaku hemat apalagi saat menentukan hal-hal teknis begini. Lumayan, bisa saving sedikit banyak jika pintar-pintar memilih. Uang sisa bisa dialokasikan untuk keinginan yang lain. Ada mata yang harus diobati dahaganya ketika liburan, apalagi destinasinya Jogja. Kota sejuta seni.
Malam-malam kami lebih banyak dihabiskan berhalu bersama. Deg-degan gak karuan, nggak sabar.
"Aku butuh piknik gustiiii," Terang saya ke teman-teman di grup. Penat sekali waktu itu.
"Iya, jadiin yaa. Aku udah beli outfit liburan plisss!" Sahut ibu-ibu.
Storm,
Saking terobsesi akan liburan, kami melewatkan beberapa orang yang sampai waktu itu belum memberikan jawaban. Boro-boro memberikan jawaban, sekadar say hello di grup saja enggan semenjak tema yang dibahas tentang liburan di Jogja dan segala tetekbengeknya. Padahal, pada saat bersamaan kami sedang gencarnya menghubungi penginapan sekitar Malioboro. Banyak yang merekomendasikan mencari penginapan di sekitar Malioboro karena lebih mudah akses untuk bepergian. Kami melayangkan reservasi kepada beberapa pihak penginapan. Ketika dimintai tanggal spesifik dan jumlah orang, lagi-lagi kami harus menerka-nerka. Balasan demi balasan pun kami terima.
Karena kondisi grup yang semakin tidak kondusif serta banyak homestay yang menyatakan dirinya fully booked untuk akhir desember, kami berinisiatif untuk segera mengadakan rapat online terkait kelanjutan rencana liburan kami. Saat itu sudah memasuki awal desember. Mepet sekali, tidak punya banyak waktu lagi.
Akhirnya, dari banyak masukan dan pertimbangan yang disampaikan dalam rapat dengan berat hati kami memutuskan untuk mengurungkan niat liburan ke Jogja. Sedih, kecewa, sakit, campur aduk perasaan kami saat itu. Ekspektasi yang sudah dibangun, menyusuri sungai di Goa Pindul; menikmati senja di Bukit Punthuk Setumbuk; bercengkerama menghabiskan malam di Malioboro, serta lamunan-lamunan lain seketika buyar.
Kami berusaha untuk tidak memberi makan ego kami. Kami tahu, kami berusaha menyadari ada banyak alasan rasional seperti keperluan izin, biaya, waktu, dan keamanan. Jadi, tak apalah demi kebaikan bersama. Malam itu juga kami mengakhiri rapat dengan menjadikan Purwokerto sebagai destinasi pengganti, mengingat view yang ditawarkan alam Purwokerto tak kalah dengan Jogja.
Esoknya, hasil rapat sudah terbroadcast rapi di grup whatsapp kami. Bangga, ternyata keputusan itu disambut antusias oleh anggota yang lain, bahkan respon mereka lebih hangat. "Nggak nyangka banget si gue," ujar Riska Amelia, Menteri Pemberdayaan Jomlo AADK 2. Waktu semakin dekat, persiapan juga sudah semakin matang. Tepat selasa malam, 22 Desember 20220 kami menyempatkan berkumpul membahas kesiapan pemberangkatan. Titik temu kami di Lapangan Krida Nusantara.
Kebetulan malam itu cukup cerah, jadi rencana bangun tidur kami tidak sia-sia. Untuk memastikan 2 jam ke depan perut masih dalam keadaan baik-baik saja, kami mencari angkringan terdekat. Tidak berlangsung lama, dua loyang sate ati ayam tersaji di meja kami berikut dengan minuman khasnya angkringan, wedang jahe susu. Obrolan dimulai, masing-masing kami menawarkan ide dan gagasan. Hanya Kangmas Arip Rahmadhi, Harry Potternya AADK 2, yang masih sibuk memastikan 2 jam ke depan perutnya aman terkendali.
Pukul 21.00, rapat kami akhiri. Hasilnya adalah jalan bareng akan dilaksanakan besok lusa hari Kamis, 24 Desember 2020. Adapun itinerary yang disepakati adalah, paginya ke Limpa Kuwus, makan siang di Buper Caub, dan mampir ke Curug Telu sebelum bertolak pulang.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Agak pesimis, karena hari itu diawali dengan gerimis. Jam di kamar saya menunjuk pukul 06.00 pagi. Grup whatsapp sudah dibikin bising oleh bunyi notifikasi chat mereka. Kaum bapak-bapak mulai bermunculan, mengabarkan dirinya baru saja berniat mengemasi barang. Sungguh berita yang sama sekali tidak ingin didengar oleh ibu-ibu. Ibu-ibu sudah berkemas lebih awal. Sementara laki-laki? "Laki-laki memang lamban!" gerutu ibu-ibu
"Gerimis nih, gimana hyungg?" Sebuah kekhawatiran salah satu warga.
"Dokter cipto aman."
"Menganti baru ujan gaess,"
"Makanya ganti kartu, biar ga pending ujannya xixixi." Canda anak setan.
"Gaskeun lah, ntar juga reda." Sang Ketua membakar semangat anak-anak.
Suka terharu melihat kekompakan mereka. Mereka moodboster yang baik sekaligus penghancur mood yang andal. Riuh rendah, renyah, tawa hangat, makin nggak sabar ngerasain jalan-jalan bareng mereka.
Kamis, 24 Desember 2020
Tepat pukul 07.00 pagi, satu per satu tiba di titik kumpul. Tepatnya kediaman Vina Mei Lestari. Sebagian on time, sebagian yang lain masih di jalan. Namun, ada satu species manusia antah berantah yang membuat geram warga grup. Pasalnya sedari pagi dia hanya mengirim pesan "otewe part 1, otewe part 2, otewe part 3" tanpa segera membawa ruh dan jasadnya ke titik kumpul. Ya, tepat. Manusia itu ialah saya sendiri.
Sembari menunggu, kami duduk berderet and kill the time by having conversations. Menerka-nerka jalur pembarangkatan, membayangkan indahnya berenang di dinginnya air curug. Bergaya kupu-kupu, gaya bebas, sampai gaya kupu-kupu kena pergaulan bebas. Dari obrolan kami, banyak informasi yang akhirnya aku tahu.
Ternyata bagi sebagian yang lain ini bukan kali pertama mereka ke Limpa Kuwus. Bahkan akan menjadi kali ketiga bagi Yanuar, Abu Hurairahnya AADK 2. Disebut demikian karena dia sosok yang sangat penyayang terhadap kucing-kucingnya. Suatu ketika kucingnya mati, siapa sangka kalau kepergiannya membawa setengah dari kebahagiaan Yanuar.
"Pada dimana?" Tiba-tiba handphone kami bergetar menerima notifikasi grup. Pesan dari Marha Dhaifina Rahmawati pukul 09.00 WIB. Anak yang minta izin poop sejak 2 jam yang lalu sudah kembali. Possitive thinking saja, mungkin dia poop di Kamerun. Lingkungannya terlalu berdosa untuk menerima hajatnya yang suci. Good girl!
"Kamu nunggu di Indoapril Karangkandri aja, biar kami nyusul." Titah ketua. Ya, memang indoapril searah dengan tujuan kami. Dengan segera kami berkemas. Hujan mulai reda. Matahari juga sudah terlihat sinarnya, meski masih dikelilingi awan mendung. Sebelum berangkat, kami menyempatkan untuk melakukan short briefing yang diisi dengan pemaparan rute oleh ketua, pengecekan perlengkapan termasuk jas hujan, serta tak lupa berdoa.
Berdasarkan arahan ketua, kami akan melewati jalur utara, "Jalur ini lumayan sepi," ujar ketua, Jalur yang dirasa cukup aman bagi rombongan yang sama-sama takut nyasar. Tentu nantinya didampingi teknologi GPS sebagai penunjuk jalan.
Dengan komposisi sepadan 5 laki-laki dan 5 perempuan, formasi yang kami pilih setiap satu motor dibawa oleh laki-laki dengan membonceng satu perempuan. Seperti itu untuk menjaga marwah bapak-bapak.
Mengucap bismillah, perjalanan kami mulai. Jalanan yang basah. Aroma petrikor menghadirkan sensai emosional bagi kami. Pelan namun pasti, mata menyusuri dedaunan yang bergoyang dihempas angin. Hampir terlupa mensyukuri nikmat tuhan. Hati berdesir, mengucap lirih fabi ayyi ala i rabbikuma tukazziban.
10 menit berlalu, kami memasuki kawasan Pasar Wage. Kebetulan hari itu tepat pasaran wage. Pasar beroperasi, banyak penjual dan pembeli yang memarkir kendaraan di bahu jalan. Jadi, akses jalan lumayan macet.
Sejurus kemudian, kami melaju melewati indoapril Karangkandri. Mata kami mencari kawan kami. Seakan memberi sinyal, Marha dan Sukma melambaikan tangan meraka. Mereka nyengir ke arah kami. Namun karena posisi kami di jalan, jadi semua pengguna jalan merasa tercengiri oleh kedua makhluk ini.
"Keh bocaeh ra, ayuh ra hih ayuh!" Gugup Ara (Red: Marha Dhaifina Rahmawati) memanuver stang motornya karena punggungnya didorong-dorong oleh Sukma.
Kami melanjutkan perjalanan kami. Menyusuri Sungai Serayu, belok kanan ke arah Jalan Sida Bowa. Kanan kiri terhampar pemandangan hijau nan sejuk. Akhirnya setelah 2 jam berkendara kami telah memasuki kawasan Baturraden. Dingin banget. Kami berhenti sejenak untuk mengecek kelengkapan anggota. Sementara saya istirahat, mengecek kondisi pantat saya. Terasa migraine. Ya, pegel sebelah. Rasa-rasanya pantat terkikis angin selama perjalanan.
Setelah tim dirasa komplit, kami beranjak menuju jalur Limpa Kuwus. Baru di gerbang masuk, salah satu personil kami bermasalah. Tracknya kurang bersahabat, sehingga memaksa kami untuk turun dan membantu menaikkan motornya melewati tanjakan pertama. Ada semburat lelah terpancar dari tiap-tiap wajah. Tenang, selangkah lagi. Hanya ada tiga kali tanjakan di Limpa Kuwus, yang pertama memang lumayan curam. Kedua dan setelahnya, cukup mudah dilalui.
Akhirnya, kami tiba di area parkir Limpa Kuwus. Motor kami terparkir rapi. Hawa sejuk seakan berputar-putar di tubuh kami. Dingin. Kami disodori pemandangan yang amat sangat mempesona. Pesona Limpa Kuwus membayar lunas. Membayar semua janji, perdebatan, keinginan, drama, dan perjalanan panjang nan melelahkan seolah sirna. Tanpa pikir panjang, kami mulai berkeliling mengabadikan setiap momen. Di jembatan, di hamparan rumput tandus. Kini, yang terpancar hanyalah tawa dan kegembiraan.
Hari yang menyenangkan. Rencana berjalan dengan sempurna. Makan siang kami di Caub, sore hari sebelum pulang kami menyempatkan berkunjung ke Curug Telu.
Whoaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....
What a beautiful day!!!! Thanks..................